Wednesday, October 28, 2015
ASUHAN KEBIDANAN POST NATAL CARE PADA NY. S DENGAN POST SECTIO CAESAREA HARI I INDIKASI KPD
A. Tinjuan Umum tentang
Sectio
Caesarea
1.
Defenisi sectio caesarea
a.
Sectio Caesarea adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram (Manuaba I.B.G, 2010).
b.
Sectio Caesarea adalah suatu
cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut atau vagina atau Sectio Caesarea
adalah
suatu histerotomia untuk melahirkan janin dalam rahim (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014).
c.
Sectio caesarea merupakan prosedur
bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen uterus (Sarwono P,
2010).
d.
Sectio Caesarea adalah
suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Wiknjosastro
H, 2010).
2.
Indikasi sectio caesarea
Adapun
indikasi dilakukannya sectio caesarea
adalah :
a. Indikasi ibu
1) Plasenta previa
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak
untuk sectio caesarea tanpa menghiraukan
faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida
sangat cenderung untuk sectio caesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan
indikasi mutlak untuk sectio caesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya.
2) Panggul sempit
Pada panggul sempit
tidak ada gunanya melakukan versi luar karena meskipun menjadi presentasi kepala,
akhirnya perlu dilakukan sectio caesarea. Batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis adalah conjugata vera = 8 cm. Panggul dengan conjugata vera = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan
janin dengan normal dan harus diselesaikan dengan sectio caesarea.
3) Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi
fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis) fetus yang
tumbuhnya terlampau besar atau adanya ketidakseimbangan relatif antara ukuran bayi dan ukuran pelvis
yang ikut menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi
fetus serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi
pada cervix, dan efektifan kontraksi uterus.
4) Ruptura uteri mengancam
Pada persalinan
dengan ruptur uteri harus dilakukan dengan cermat khususnya pada persalinan
dengan kemungkinan distosia dan pada persalinan wanita yang pernah mengalami sectio caesarea atau pembedahan lain
pada uterus sebelumnya. Karena adanya bahaya yang lebih besar maka pengakhiran
kehamilan dengan ruptura uteri mengancam perlu ditangani dengan sectio caesarea.
5) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum inpartu,
pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
6) Partus lama
Persalinan yang
berlangsung lebih lama dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan lama
menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak dan dapat menyebabkan atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, gawat janin dan kematian perinatal. Maka dari itu perlu segera
dilakukan sectio caesarea untuk penangannya.
7) Preeklamsia
Pada Preeklamsia
berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam sejak gejala eklamsia timbul. Telah diketahui bahwa kehamilan dengan preeklamsia
dapat mengancam janin atau persalinan tidak dapat terjadi dengan bahaya
hipoksia dan pada persalinan bahaya ini semakin besar. Pada gawat janin dalam
kala I diperlukan tindakan sectio caesarea segera.
8) Distosia serviks
Pada distosia
serviks primer penanganannya adalah pengawasan persalinan secara seksama di
rumah sakit. Sedangkan pada distosia serviks sekunder penangannya harus segera
dilakukan sectio caesarea sebelum jaringan
parut serviks yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus.
9) Pernah sectio caesarea sebelumnya
Pada wanita yang
pernah mengalami sectio caesarea sebelumnya biasanya kembali mengalami hal yang
sama pada kehamilan dan persalinan berikutnya, hal ini disebabkan karena
mengingat adanya bahaya ruptur uteri karena sectio caesarea sebelumnya. Namun wanita yang pernah mengalami
sectio caesarea sebelumnya dapat
diperbolehkan untuk bersalin pervaginam kecuali jika sebab sectio caesarea sebelumya adalah
mutlak karena adanya kesempitan panggul (Manuaba, 2010).
b. Indikasi janin
1) Gawat janin
Tindakan operasi
dilakukan pada kasus gawat janin dalam rahim, gangguan pertumbuhan janin dalam
rahim, kematian janin dalam rahim, tali pusat janin menumbung. Pada kehamilan dan persalinan kala I yang dapat
menyebabkan gawat janin harus segera dilakukan sectio caesarea (Manuaba, 2010).
2) Malpresentasi janin
a) Letak lintang
b) Letak sungsang
c) Presentasi dahi
d) Presentasi muka
e) Gemelli
3.
Kontra indikasi sectio caesarea
Mengenai
kontra indikasi, perlu diingat
bahwa sectio caesarea dilakukan baik
untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio caesarea tidak dilakukan
kecuali dalam keadaan terpaksa apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau apabila janin
terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti
menderita cacat seperti hidrosefalus, anensefalus, dan sebagainya (Manuaba I.B.G, 2010).
4.
Jenis-jenis sectio caesarea
a.
Sectio caesarea
transperitonealis
1)
Sectio caesarea klasik atau
korporal dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm.
2)
Sectio caesarea ismika atau
profunda dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen bawah rahim
kira-kira 10 cm.
b.
Sectio caesarea ekstraperitonealis,
yaitu tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal
(Anita Lockhart & Lyndon S, 2014).
Gambar 2.2 Jenis Sectio Caesarea
Juli 2015.
5.
Komplikasi sectio caesarea
a.
Infeksi nifas
1)
Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2)
Sedang : dengan
kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3)
Berat : dengan peritonitis,
sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar,
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama. Penanganannya
adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat.
b.
Perdarahan, disebabkan
oleh :
1)
Banyak pembuluh darah
yang terputus dan terbuka.
2)
Atonia uteri.
3)
Perdarahan pada
placental bed.
c.
Luka kandung kemih,
emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d.
Kemungkinan ruptura
uteri spontan pada kehamilan mendatang
(Manuaba I.B.G, 2010).
6.
Perawatan pre, intra dan
pasca operasi sectio
caesarea
a.
Perawatan pre operasi
1)
Pemberian pendidikan
kesehatan pra bedah
Pendidikan
kesehatan yang perlu dijelaskan adalah
berbagai informasi mengenai tindakan pembedahan, diantaranya jenis pemeriksaan
yang dilakukan sebelum dibedah, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke
kamar bedah, ruang pemulihan dan kemungkinan pengobatan setelah dibedah.
2)
Persiapan diet
Pasien
yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet, pasien
boleh menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum dibedah
tidak diperbolehkan makan sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum
dioperasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan aspirasi.
3)
Persiapan kulit
Persiapan
ini dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksaklorofin atau
sejenisnya sesuai jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut maka harus
dicukur.
4)
Latihan bernafas dan
latihan batuk
Cara
ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru sedangkan batuk
dapat menjadi kontraindikasi pada bedah intrakranial, mata, hidung, dan
tenggorokan karena dapat meningkatkan tekanan dan merusak jaringan dan
melepaskan jahitan.
5)
Pencegahan cedera
Untuk
mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a) Cek
identitas pasien.
b) Lepaskan
perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu misalnya, cincin, gelang, dan
lain-lain.
c) Bersihkan
cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d) Lepaskan
kontak lensa.
e) Lepaskan
protesis.
f) Alat
bantu pendengaran dapat dipergunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
g) Anjurkan
pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
h) Gunakan
kaos kaki antiemboli bila pasien berisiko terjadi tromboplebitis.
b.
Perawatan intra operasi
1)
Penggunaan baju seragam
bedah didesain secara khusus dengan harapan dapat mencegah kontaminasi dari
luar, berprinsip bahwa semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah
steril menutupi atau baju harus dimasukkan ke dalam celana, atau
harus menutupi pinggang untuk mengurangi penyebaran bakteri, dan gunakan
tutup kepala, masker, sarung tangan serta celemek steril.
2)
Mencuci tangan sebelum
pembedahan.
3)
Menerima pasien di daerah bedah.
4)
Pengiriman dan
pengaturan posisi kekamar bedah.
5)
Pembersihan dan
persiapan kulit atau lapangan
operasi.
6)
Penutupan daerah steril.
7)
Pelaksanaan anastesi.
8)
Pelaksanaan pembedahan
setelah dilakukan anastesi, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai
dengan ketentuan pembedahan.
c.
Perawatan pasca operasi
1)
Meningkatkan proses
penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara
merawat luka dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C dapat
membantu pembentukan kolagen dan mempertankan integritas dinding kapiler.
2)
Mempertahankan
respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas selama 3 detik kemudian
hembuskan atau dapat pula dilakukan dengan cara menarik nafas dari hidung
dengan dihembuskan perlahan-lahan
melalui mulut yang dikuncupkan.
3)
Mempertahankan
sirkulasi dengan cara gunakan stoking pada pasien yang berisiko tromboplebitis
atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki
pada tempat guna memperlancar vena balik.
4)
Mempertahankan
eliminasi dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah
terjadinya retensi urine.
5)
Mempertahankan
aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatory.
6)
Mengurangi kecemasan
dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014).
B. Tinjauan Khusus tentang Ketuban
Pecah Dini
1.
Defenisi ketuban
pecah dini (KPD)
a.
Ketuban pecah
dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum
inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Taufan Nugroho, 2010).
b.
Ketuban pecah
dini adalah ketuban yang pecah terdapat atau dimulainya tanda inpartu dan setelah
ditunggu satu jam belum ada tanda inpartu (Sarwono Prawirohardjo, 2010).
c.
Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
mulai
persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum terjadi inpartu
(Manuaba, I. A. B,
2008).
d. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan
persalinan (Wiknjosastro
H, 2010).
2.
Etiologi KPD
Penyebab KPD belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor yang berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah :
a. Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang
selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
d. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena
biasanya disertai infeksi.
e. Kelainan letak, misalnya sumsang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Faktor
lain :
1)
Faktor golongan darah,
akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
2)
Faktor disproporsi
antar kepala janin dan panggul ibu.
3)
Faktor multi
graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
4)
Defisiensi gizi dari
tembaga atau asam askorbat (Vit. C).
3.
Faktor
risiko dari KPD
a.
Inkopetensi serviks
(leher rahim)
b.
Polihidramnion (cairan
ketuban berlebihan)
c.
Riwayat KPD sebelumnya
d.
Kelainan atau kerusakan
selaput ketuban
e.
Kehamilan kembar
f.
Trauma
g.
Serviks (leher rahim)
yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu
h.
Infeksi pada kehamilan
seperti bakterial vaginosis
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).
4.
Patofisiolgi KPD
Kolagen
terdapat pada lapisan komfakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1
(IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktivitas IL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).
5.
Manifestasi
klinik
a.
Secara klinik
Ketuban pecah dini tidak sulit untuk
dibuat anamnesis. Pada
klien dengan keluarnya air seperti urin dengan tanda-tanda yang khas sudah
dapat menilai bahwa hal tersebut mengarah keketuban pecah dini. Untuk
menentukan betul atau tidaknya ketuban pecah dini dapat dilakukan dengan cara :
1)
Adanya cairan yang
berisi mekonium (kotoran janin), verniks caseosa
(lemak putih), rambut lanugo (bulu-bulu
halus).
2)
Pemeriksaan inspekulo.
3)
USG, volume cairan
amnion berkurang.
4)
Terdapat infeksi
genitalia.
5)
Gejala chorioamnionitis.
b.
Maternal
Demam uterine tenderness cairan amnion
yang keruh dan berbau. Leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi,
leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urine.
c.
Fetal
Takikardia,
kardiotografi, probiofisik, volume cairan ketuban berkurang.
6. Diagnosis KPD
Tes
cairan amnion diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,
leukosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi charioamninitis, maka angka
mortalitas neonatal 4 x lebih besar, angka distress pernapasan, sepsis
neonatal, dan perdarahan intraventrikuler 3
kali lebih besar.
a.
Dilakukan tes valsava,
tes nitrazin dan tes fern. Nilai normal pH cairan vagina adalah 4,5 - 5,5 dan normal pH
cairan amnion adalah 7,0
- 7,5.
b.
Dilakukan uji kertas
lakmus/tes nitrazin :
jadi biru (basa) : air ketuban, jadi merah (asam) : urine (Sarwono
Prawirohardjo, 2010).
7.
Penatalaksanaan
KPD
a.
Penatalaksanaan ketuban
pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin.
b.
Pada umumnya lebih baik
untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24
jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.
c.
Tindakan konservatif
(mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotic dan mencegah infeksi (tidak
melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi,
epitelisasi (vit.
C dan trace element, masih
kontroversi), fetal and maternal
monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan
sectio caesarea
(SC) ataupun partus pervaginam.
d.
Dalam penetapan langkah
penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah
aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin,
fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas atau kemampuan monitoring,
kondisi atau status imunologi ibu
dan kemampuan finansial keluarga.
e.
Untuk usia kehamilan
< 37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan
sampai usia kehamilan matur.
f.
Untuk usia kehamilan 37
minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptococcus grup B. Untuk kehamilan 34 - 36 minggu lakukan
penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.
g.
Untuk usia kehamilan 32 - 33 minggu lengkap
lakukan tindakan konservatif/expectant
management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes
pematangan paru), profilaksis streptococcus grup B, pemberian
kortikosteroid (belum ada consensus namun direkomendasikan oleh para ahli),
pemberian antbiotik selama fase laten.
h.
Untuk previable preterm
(usia kehamilan 24 - 31 minggu lengkap)
lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptococcus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis
(belum ada consensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak
ada kontraindikasi).
i.
Untuk non viable preterm (usia kehamilan <
24 minggu), lakukan konseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif
atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptococcus grup B dan
kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data
untuk pemberian yang lama.
j.
Rekomendasi klinik
untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang,
kortikosteroid harus diberikan antara 24 - 32 minggu (untuk mencegah terjadinya
resiko perdarahan intraventikuler, respiratory
distress syndrome dan necrotizing
examinations), tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan speculum,
tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka
waktu yang pendek dapat dipertimbangkan
untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi
maternal, pemberian kortikoteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan.
k.
Pematangan paru
dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu dekzametazone 2 x 6 mg (2 hari) atau
betametazone 1 x 12 mg (2 hari).
l.
Agentokolisis yaitu B2
agonis (terbutalin, retodrine), calcium antagonis (nifedifine), prostaglandin
sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban).
m.
Tindakan epitelisasi
masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace
element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam
metabolisme
kolagen untuk maintenance integritas
membran korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi
setelah terjadi PROM.
n.
Tindakan terminasi
dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda
kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia
kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan.
o.
KPD pada kehamilan <
37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromicyn 3 x 250 mg, amoxsicilyn 3 x 500 mg dan
kortikosteroid.
p.
KPD pada kehamilan >
37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah > 6 jam) berikan ampicyllin 2 x 1 gr IV dan penicyllin G 4 x 2 juta IU, lahirkan
bayi atau partus pervaginam.
e.
KPD dengan infeksi
(kehamilan < 37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampicyllin 4 x 2 gr IV, gentamicin 5 mg/KgBB, jika
serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan SC (Sarwono Prawirohardjo, 2010).
8.
Komplikasi KPD
a.
Komplikasi yang terjadi
pada ibu yaitu :
1)
Infeksi
intrapartal/dalam persalinan
2)
Infeksi
puerperalis/masa nifas
3)
Dry
labour/partus lama
4)
Perdarahan post partum
5)
Meningkatkan tindakan
operatif obstetri (khususnya SC)
6)
Morbiditas dan
mortalitas meternal
b.
Komplikasi pada janin
yaitu :
1)
Prematuritas
2)
Prolaps
funiculli/penurunan tali pusat
3)
Hipoksia dan asfiksia
sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
4)
Sindrom deformitas
janin
5)
Morbidatas/mortalitas perinatal (Sarwono
Prawirohardjo, 2010).
BAB
III
STUDI KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN POST NATAL CARE PADA NY. ”S” DENGAN POST SECTIO CAESAREA HARI I INDIKASI KETUBAN
PECAH
DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
LABUANG
BAJI MAKASSAR
TGL
26 - 28 JULI 2015
No. Register : 11
55 97
Tanggal MRS : 26
Juli 2015 Jam : 06.30 WITA
Tanggal Operasi : 26
Juli 2015 Jam : 08.05 WITA
Tanggal Pengkajian : 26
Juli 2015 Jam : 13.45 WITA
Nama Pengkaji :
Wa Ode Alfara Safitra
A. Langkah I : Identifikasi Data Dasar
1.
Identitas klien
/ suami
Nama : Ny. “S” / Tn.”K”
Umur :
23 Tahun / 25 Tahun
Nikah / lamanya : 1 x / ± 3 tahun
Suku :
Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat :
Perum Antang 2 Blok 2/80
2.
Riwayat kesehatan sekarang
a.
Keluhan utama : nyeri
pada luka bekas operasi
b.
Riwayat keluhan utama
Nyeri dirasakan sejak
tanggal 26 Juli
2015 jam 12.45
WITA setelah dioperasi dan pengaruh anastesi telah hilang. Pada saat
dilakukan pengkajian pada jam 13.45 WITA, keadaan umum klien tampak lemah dan ekspresi
wajah meringis. Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi dengan sifat keluhan
hilang timbul atau tidak menetap. Upaya ibu untuk mengatasi keluhan yaitu dengan tidur terlentang dan bergerak secara perlahan-lahan.
3.
Riwayat kesehatan yang lalu
a.
Ibu tidak pernah
menderita penyakit jantung, hipertensi, dan infeksi alat reproduksi atau penyakit menular seksual (PMS).
b.
Tidak ada riwayat
operasi dan opname sebelumnya.
c.
Tidak ada
ketergantungan obat-obatan
dan alkohol.
d.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti Diabetes Melitus
(DM).
4.
Riwayat reproduksi
a. Riwayat
haid
1) Menarche :
13 tahun
2) Siklus
haid : 28 - 30 hari
3) Lama
haid : 3 - 7 hari
4) Perlangsungan
haid : teratur, tidak ada dismenorhea
b. Riwayat
perkawinan
Ibu
mengatakan baru menikah 1 kali pada umur 20
tahun dan suami umur 22
tahun dengan lama perkawinan ± 3 tahun.
c. Riwayat
keluarga berencana (KB)
Ibu
tidak pernah memakai alat kontrasepsi apapun sebab ingin segera memiliki
keturunan.
5.
Riwayat kehamilan sekarang
a.
GI PI AO
b.
HPHT :
23 - 10 –
2014
c.
TP :
30 - 07 - 2015
d.
Ibu telah mendapat imunisasi TT lengkap
selama hamil
e.
Pergerakkan janin mulai
dirasakan ibu pada umur kehamilan 20 minggu.
f.
Ibu tidak pernah
mengonsumsi obat-obatan selain obat yang diinstruksikan oleh dokter atau bidan.
6.
Riwayat persalinan saat ini
a.
Kala I
1)
Ketuban keluar lewat dari 24 jam (dari tanggal 25 Juli jam 06.00 WITA
sampai tanggal 26 Juli jam 08.00 WITA) sebelum
pembukaan lengkap (pembukaan 3
cm).
2)
Dilakukan tindakan
operasi sectio caesaria dengan indikasi ketuban pecah dini (KPD).
b.
Kala II
1)
Sectio caesarea berlangsung
tanggal 26
Juli 2015 jam 08.05 sampai jam 09.15 WITA (±70 menit).
2)
Jenis anastesi : spinal anastesia
3)
Jenis sectio caesaria : insisi
pfannenstiel (transversal)
4)
Bayi dikeluarkan dari
perut ibu secara manual pada jam 08.55 WITA dengan jenis kelamin
laki-laki, menangis, AS
: 8/10,
tidak ada kelainan kongenital, BBL :
2500
gram, dan PB :
45
cm.
c. Kala III
1)
Plasenta dikeluarkan
dari perut ibu secara manual pada jam 09.00 WITA, plasenta lengkap
dengan selaput amnion dan kotiledon, tali pusat putih, licin dan berpilin, dan panjang ± 50 cm.
2)
Jumlah perdarahan
selama menjalani sectio caesarea ± 200 cc.
d.
Kala IV (kala pengawasan)
Tanggal 26 Juli 2015 jam 09.35
WITA
a.
TFU setinggi
pusat
b.
Kontraksi uterus baik
c.
Perdarahan : ± 50 cc
d.
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah :
100/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernapasan : 20 x/menit
7.
Data psikososial dan spiritual
a.
Ibu sering menanyakan
keadaan dirinya terutama luka operasinya.
b.
Ibu sering bertanya
tentang keadaan bayinya.
c.
Ibu mendapat
dukungan penuh dari suami dan keluarga.
d.
Ibu selalu berdoa untuk keselamatan bayi dan dirinya.
8.
Pola pemenuhan
kebutuhan dasar
a. Kebutuhan
nutrisi
1)
Selama hamil
a)
Pola makan :
nasi, sayur dan lauk pauk
b)
Frekuensi makan :
2 x sehari
c)
Kebutuhan
cairan/minuman : 7 - 8 gelas sehari
d)
Nafsu makan :
baik
e)
Tidak ada makanan
pantangan
2)
Setelah operasi
a)
Pola makan :
nasi, sayur dan lauk pauk
b)
Frekuensi makan :
3 x sehari
c)
Kebutuhan cairan/minuman
: 7 - 8 gelas sehari
d)
Nafsu makan :
cukup baik
e)
Tidak ada makanan
pantangan
b. Kebutuhan
eliminasi BAB dan BAK
1)
Selama hamil
a)
Frekuensi BAK : 3 - 4 x sehari
b)
Warna : kuning
c)
Bau : amoniak
d)
Frekuensi BAB : 2 x sehari
e)
Konsistensi : lembek
2)
Setelah operasi
a)
Frekuensi BAK : melalui
kateter
b)
Warna : kuning
c)
Bau : amoniak
d)
Frekuensi BAB : belum
BAB
c.
Pola aktivitas
1)
Selama hamil
Ibu melakukan pekerjaan ibu
rumah tangga seperti memasak, menyapu, mencuci pakaian, dan mencuci piring
sendiri.
2)
Setelah operasi
Ibu tampak
terbaring lemah di atas tempat tidur.
d.
Kebutuhan
istrahat/tidur
1)
Selama hamil
a)
Ibu tidur malam jam 21.00 - 05.00 WITA.
b)
Ibu tidak pernah tidur
siang karena mengurus urusan rumah tangga.
2)
Setelah operasi
a)
Tidur malam :
tidak ada data yang menunjang.
b)
Tidur
siang : tidak ada data yang menunjang.
e.
Kebutuhan personal
hygiene
1)
Selama hamil
a)
Ibu mandi 2 kali
sehari.
b)
Keramas 3 kali dalam
seminggu.
c)
Gosok gigi 2 kali
sehari.
d)
Mengganti pakaian 2
kali sehari.
2)
Setelah operasi
a)
Ibu belum mandi atau keramas.
b)
Ibu belum gosok
gigi.
c)
Ibu baru 1 kali
mengganti pakaian.
9.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum : baik
b.
Kesadaran : composmentis
c.
Tanda - tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernafasan : 20 x/menit
d.
Kepala
Inspeksi : rambut bersih, tebal,
hitam dan ikal.
Palpasi : tidak
teraba adanya massa.
e.
Wajah
Inspeksi : ekspresi
wajah kadang meringis.
Palpasi : tidak
ada oedema pada wajah.
f. Hidung
Inspeksi :
tidak ada polip, tidak ada secret.
Palpasi :
tidak teraba adanya massa
g. Telinga
Inspeksi :
simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada alat
bantu pendengaran.
Palpasi :
tidak teraba adanya massa.
h.
Mata
Inspeksi : konjungtiva merah muda, sklera putih jernih.
Palpasi : tidak
ada oedema pada kelopak mata.
i.
Mulut
Inspeksi :
bibir tampak kering, tidak ada karies pada gigi, lidah
tampak bersih.
j.
Leher
Inspeksi :
tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
Palpasi :
tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis.
k.
Dada
Inspeksi : payudara simetris kiri dan kanan, tampak
hyperpigmentasi
pada areola, dan putting susu menonjol kiri dan kanan.
Palpasi : tampak keluar kolostrum saat payudara ditekan.
l.
Abdomen
Inspeksi : tampak
luka sectio caesarea sepanjang ± 10 cm tertutup
verband
kering.
Palpasi : TFU setinggi pusat dan nyeri tekan sekitar
daerah
post sectio caesarea.
m.
Vulva dan perineum
Inspeksi : tampak
terpasang kateter tetap dan tampak lochia rubra
yang berbau amis.
n.
Anus
Inspeksi : tidak
ada pelebaran vena pada spingter anus (haemoroid).
o.
Ekstremitas
1)
Ekstremitas atas
Inspeksi : tidak ada oedema, kuku pendek dan bersih,
tampak terpasang
infuse RL D5% 2 : 1, 28 tetes/menit pada lengan kiri.
Palpasi
: tonus otot baik dan tidak teraba adanya massa.
2)
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak ada oedema dan tidak ada varises.
Palpasi : tidak teraba adanya
massa pada kedua tungkai,
tonus otot baik, tidak ada kelainan.
Perkusi
:
reflex
patella pada kedua lutut positif.
10. Pengobatan yang
diberikan
a.
Cefriaxone 1 gram/IV/12
jam
b.
Ranitidin 1 ampul/IV/8
jam
c.
Tramadol 1 ampul/IV/8
jam
d.
Transamin 1 ampul/IV/8
jam
11. Data
tambahan
Pemeriksaan
laboratorium tanggal 26
Juli 2015
jam 11.31 WITA
Hematology Normal range
WBC :
R+ 10,76 m/mm3 (4,0 - 10,0)
RBC : R 3,92
m/mm3 (3,8 - 6,0)
MCV :
R
84,8 Fl (80,0 - 100,0)
HCT :
R
33,2 % (33,0
- 54,0)
MCH :
+
2,9 Fmol (1,5
- 2,0)
MCHC :
+
34,6 mmol/l (17,3
- 12,0)
RDW :
10,0 (8,0
- 12,0)
Hb : +R 11,5
mmol/l (6,2
- 10,2)
B. Langkah II : Identifikasi Diagnosa
Masalah Aktual
Diagnosa : post sectio caesarea hari I dengan indikasi
KPD, nyeri, dan
kecemasan.
1.
Post sectio caesarea
hari I dengan indikasi KPD
a.
Data subjektif
1)
Ibu mengatakan dioperasi pada jam 08.05 WITA.
2)
Ibu mengatakan dioperasi sectio
caesaria atas indikasi ketuban pecah dini.
3)
Ibu mengatakan
baru saja selesai dioperasi.
4)
Ibu ingin cepat
pulih agar bisa merawat bayinya.
b.
Data objektif
1)
Sectio caesarea berlangsung
tanggal 26
Juli 2015 pukul 08.05 sampai pukul 09.15 WITA (±70 menit).
2)
Tampak luka sectio
caesarea pada bagian perut bawah tertutup verband kering.
3)
TFU setinggi pusat .
4)
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar.
5)
Pengeluaran lochia
rubra dan bau amis.
Analisis dan interpretasi data
Operasi sectio caesarea
dapat dilakukan jika terdapat indikasi yang bersumber dari ibu maupun janin itu
sendiri. Sehingga perlu dilakukan tindakan segera untuk mencegah segala
kemungkinan terburuk terjadi pada ibu ataupun janin. Jika ketuban keluar lewat
dari 24 jam sebelum pembungkaan lengkap, maka kondisi tersebut disebut dengan
ketuban pecah dini dan merupakan salah satu indikasi untuk dilakukannya sectio
caesarea. Setelah post sectio caesarea dapat terjadi involusio uterus yang ditandai
dengan penurunan ukuran tinggi fundus uteri
dan pengeluaran lochia. Pengeluaran lochia pada hari pertama adalah lochia rubra yang berwarna
merah dan berisi desidua, venika caseosa, lanugo dan darah dari tempat
perlekatan plasenta.
2.
Nyeri
a.
Data subjektif
1)
Ibu mengeluh nyeri pada luka
operasi.
2)
Ibu mengatakan keluhan
yang dirasakan hilang timbul atau tidak menetap.
3)
Ibu mengatakan nyeri
bertambah ketika banyak bergerak.
4)
Ibu mengatakan
upaya untuk mengurangi nyeri yaitu dengan tidur terlentang.
b.
Data objektif
1)
Nampak luka tertutup
verband kering.
2)
Nyeri tekan pada perut
bagian bawah pada daerah bekas sectio caesarea.
3)
Ekspresi wajah kadang
meringis.
4)
Tampak luka
masih basah.
Analisa
dan interpretasi
data
Terputusnya inkontuinitas jaringan akibat tindakan
pembedahan atau operasi (laparatomi) dapat menyebabkan terjadinya rangsangan
pada reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf (nociceptor
pain). Sehingga rangsangan tersebut dibawa melalui serabut saraf afferent
menuju otak atau korteks cerebri dalam bentuk informasi. Kemudian terjadi
proses transmisi, transduksi dan modulasi yang selanjutnya nyeri dipersepsikan
di korteks cetrebri.
3.
Kecemasan
a.
Data subjektif
1)
Ibu mengatakan cemas tentang keadaan bayinya yang masih di
ruang bayi.
2)
Ibu sering
bertanya tentang kondisinya saat ini.
3)
Ibu mengatakan selalu berdoa untuk kesehatan bayinya.
4)
Ibu mendapat
dukungan penuh dari suami dan keluarga.
b.
Data Obyektif
1)
Ekspresi wajah
ibu tampak tegang.
2)
Ibu dirawat terpisah
dengan bayinya.
3)
Ibu tampak cemas.
4)
Ibu tampak
gelisah.
Analisa
dan interpretasi data
Kehamilan
ibu yang diakhiri dengan tindakan sectio caesarea dan bayi yang masih dirawat
terpisah mempengaruhi psikologis ibu yang sering bertanya-tanya tentang keadaan
dirinya menyebabkan timbul respon psikologis yang melebihi kemampuan ibu yang
dimanifestasikan dengan munculnya kecemasan.
C. Langkah III : Identifikasi Diagnosa /
Masalah Potensial
Diagnosa
: potensial terjadi infeksi luka sectio caesarea.
1.
Data subjektif : -
2.
Data objektif
a.
Tampak luka sectio
caesarea memanjang ± 10 cm ditutup dengan verband kering.
b.
Tampak luka
masih basah.
Analisa dan interpretasi data
Adanya
luka pada abdomen akibat tindakan
pembedahan merupakan pintu masuk bagi mikroorganisme pathogen
yang dapat menyebabkan infeksi. Sehingga
infeksi pada luka sangat mungkin terjadi jika tidak dilakukan perawatan yang adekuat.
Oleh karena itu, diperlukan perawatan luka yang intensif untuk tetap
mempertahankan kebersihan luka demi mencegah terjadinya infeksi.
D. Langkah IV : Tindakan Segera /
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :
1. Cefriaxone
1 gram/IV/12 jam,
2. Ranitidin
1 ampul/IV/8 jam,
3. Tramadol
1 ampul/IV/8 jam, dan
4. Transamin
1 ampul/IV/8 jam.
E. Langkah V : Intervensi
/
Rencana
Tindakan
Tanggal 26 Juli 2015
1.
Diagnosa / masalah aktual : post operasi sectio
caesarea indikasi ketuban
pecah dini, nyeri luka sectio
caesarea, kecemasan.
2.
Masalah potensial : potensial terjadi
infeksi luka sectio caesarea.
3.
Tujuan
a.
Nyeri berkurang /
teratasi.
b.
Kecemasan
berkurang / hilang.
c.
Tidak terjadi infeksi
luka sectio caesarea.
4.
Kriteria
a.
Tinggi fundus uteri
turun 1 cm/hari.
b.
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar.
c.
Pengeluaran lochia tidak berbau busuk.
d.
Ibu merasakan nyeri
pada luka operasi berkurang / hilang.
e.
Ekspresi wajah tenang.
f.
Ibu tidak takut
bergerak.
g.
Konjungtiva warna merah
muda.
h.
Wajah tampak cerah.
i.
Hb 12 – 14 gram%.
j.
Tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti merah, panas dan bengkak pada luka sectio caesarea.
k.
Tanda-tanda vital dalam
batas normal
1)
Tekanan darah : systole
100 - 120 mmHg, dyastole 60 - 80 mmHg.
2)
Nadi : 60 - 100 x/menit
3)
Suhu : 36,5 0C - 37
0C
4)
Pernapasan : 16
- 24 x/menit
5.
Intervensi
Tanggal 26 Juli 2015
a.
Observasi keadaan umum
dan tanda-tanda vital setiap hari.
Rasional : untuk
mengetahui keadaan umum ibu dan observasi
untuk mengidentifikasi
indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
b.
Observasi tinggi fundus uteri.
Rasional : tinggi
fundus uterus merupakan salah
satu indikator
terjadinya sub
involusio dalam tahapan fisiologis
masa nifas.
c.
Observasi kontraksi uterus.
Rasional : kontraksi
uterus sangat penting diobservasi untuk
menilai
adanya tanda-tanda atonia uteri. Karena atonia uteri dapat menyebabkan
perdarahan yang masif.
d.
Kaji tingkat nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri
memudahkan untuk
menentukan tindakan selanjutnya terutama dalam terapi analgetik atau anti nyeri.
Nyeri terus-menerus dapat mengindikasikan adanya infeksi.
e.
Observasi
pengeluaran lochea.
Rasional :
pengeluaran lochia adalah salah satu indikator terjadinya
sub involusio akibat
sisa plasenta dan bekuan darah dan kontraksi uterus yang kurang baik.
f.
Observasi pengeluaran
ASI.
Rasional : produksi ASI merupakan
indikator pemenuhan
kebutuhan gizi bayi dan penting untuk selalu diobservasi untuk memastikan
cukup tidaknya produksi ASI.
g.
Bantu ibu untuk
mengatur posisi yang nyaman.
Rasional : mengurangi rasa nyeri dan
memberikan rasa nyaman
bagi ibu. Serta posisi yang nyaman dapat meningkatkan
relaksasi.
h.
Ajarkan pada ibu
melakukan tekhnik
relaksasi pernapasan.
Rasional : tekhnik relaksasi
pernapasan dapat mengurangi
ketegangan
pada otot-otot dan meningkatkan suplai O2 ke jaringan.
i.
Ajarkan pada ibu untuk
melakukan ambulasi dini.
Rasional : membiasakan dan melatih
ibu untuk bergerak dan
memperlancar peredaran darah.
j.
Berikan informasi yang
akurat tentang keadaan ibu dan bayinya.
Rasional : kurangnya informasi atau pengetahuan dapat
menyebabkan ibu sering bertanya tentang kondisinya maupun
bayinya. Sehingga dapat memicu terjadinya stres atau kecemasan.
k.
Bantu ibu untuk kontak
dengan bayinya sesering mungkin.
Rasional : dapat mengurangi
kecemasan yang mungkin dapat
disebabkan
karena bayi dirawat terpisah dengan ibunya, takut
terhadap sesuatu hal yang tidak diketahui dan menganggap hal yang buruk
berkenaan dengan bayinya.
l.
Penatalaksanaan
pemberian obat cefriaxone 1 gr/IV/12 jam, transamin
1 ampul/IV/8 jam, tramadol/IV/8
jam, ranitidin 1
ampul/IV/8 pada jam 12.00 WITA.
Rasional :
1)
Cefriaxone merupakan
antibiotik berspektrum luas yang dapat
membunuh kuman gram positif dan gram negatif.
2)
Transamin merupakan
analgetik untuk mencegah perdarahan.
3)
Tramadol untuk
mengurangi rasa nyeri.
4)
Ranitidin untuk
mencegah pengeluaran asam lambung yang berlebih agar tidak terjadi mual muntah.
m.
Beri dulcolax
agar ibu dapat buang air besar.
F. Langkah VI : Implementasi
Tanggal
26 Juli 2015 Jam 15.00 -
16.00 WITA
1.
Mengobservasi keadaan
umum dan tanda-tanda vital dengan hasil :
a.
Keadaan umum ibu baik.
b.
Kesadaran composmentis.
c.
Tanda - tanda vital
Tekanan
darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernapasan : 20 x/menit
2.
Mengobservasi tinggi fundus uteri.
Hasil : TFU
setinggi pusat.
3.
Mengobservasi kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi
uterus baik, teraba keras dan bundar.
4.
Mengkaji tingkat nyeri.
Hasil : nyeri
sedang pada daerah luka sectio caesarea.
5.
Mengobservasi
pengeluaran lochea.
Hasil :
lochea rubra, tidak berbau busuk.
6.
Mengobservasi pengeluaran
ASI.
Hasil : ASI
masih kurang, keluar kolostrum.
7.
Membantu ibu mengatur
posisi yang nyaman.
Hasil : ibu miring
ke salah satu sisi atau terlentang dan ibu mengerti
tentang
tindakan yang dilakukan.
8.
Mengajarkan ibu
melakukan tekhnik
relaksasi.
Hasil : dengan menarik nafas
panjang melalui hidung dan
menghembuskannya
perlahan-lahan melalui mulut dan ibu bersedia melakukan sesuai anjuran.
9.
Mengajarkan pada ibu untuk melakukan ambulasi dini secara
bertahap.
Hasil : ibu
miring
kiri dan kanan di atas tempat tidur.
Tampak ibu
mengerti
dan melaksanakan anjuran
yang diberikan.
10. Memberikan
informasi yang akurat tentang keadaan klien dan bayinya.
Hasil : ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
11. Membawa bayi ke ruang perawatan
untuk kontak dengan ibunya sesering
mungkin.
Hasil : ibu tampak senang dan bahagia saat melihat
bayinya.
12. Memberikan
obat sesuai dengan instruksi dokter yaitu cefriaxone
1 gr/IV/12 jam, transamin
1 ampul/IV/8 jam, tramadol/IV/8
jam, ranitidin 1
ampul/IV/8 pada jam 12.00 WITA.
13. Memberikan
dulcolax agar ibu dapat buang air besar.
G. Langkah VII : Evaluasi
Tanggal
26 Juli 2015 Jam
16.30 WITA
1.
Post sectio caesarea
hari I indikasi ketuban pecah
dini berlangsung normal yang ditandai
dengan :
a.
Keadaan umum ibu baik.
b.
Tanda- tanda vital :
Tekanan
darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernafasan : 20 x/menit
c.
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar.
d.
TFU setinggi pusat.
e.
Pengeluaran lochea
rubra, tidak berbau busuk.
2.
Nyeri pada luka operasi
belum teratasi yang ditandai dengan
:
a.
Ibu merasakan masih
nyeri pada luka operasi.
b.
Ekspresi wajah ibu
masih meringis pada saat nyeri datang.
c.
Ibu masih agak takut
bergerak.
3.
Kecemasan mulai
berkurang yang ditandai dengan :
a.
Ekspresi wajah agak
tenang.
b.
Ibu dapat mengerti
dengan keadaannya.
PENDOKUMENTASIAN
HASIL ASUHAN KEBIDANAN HARI I TANGGAL 26
JULI
2015
No. Register : 11
55 97
Tanggal MRS : 26
Juli 2015 Jam : 06.30 WITA
Tanggal Operasi : 26
Juli 2015 Jam : 08.05 WITA
Tanggal Pengkajian : 26
Juli 2015 Jam : 13.45 WITA
Nama Pengkaji :
Wa Ode Alfara Safitra
A. Subjektif (S)
1.
Identitas klien
/ suami
Nama : Ny. “S” / Tn.”K”
Umur : 23 Tahun / 25 Tahun
Nikah / lamanya : 1 x / ± 3 tahun
Suku :
Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / POLRI
Alamat :
Perum Antang 2 Blok 2/80
2.
Ibu masuk rumah sakit
tanggal 26
Juli 2015
jam 06.30 WITA dengan keluarnya
ketuban lewat dari 24 jam (dari tanggal
25 Juli jam 06.00 WITA sampai
tanggal 26 Juli jam 08.00 WITA) sebelum pembukaan
lengkap (pembukaan 3 cm).
3.
Ibu mengeluh nyeri pada luka
operasi.
4.
Ibu mengatakan keluhan
nyeri yang dirasakan hilang timbul atau tidak menetap.
5.
Ibu mengatakan nyeri
bertambah ketika banyak bergerak.
6.
Ibu mengatakan cemas dengan keadaan bayinya yang masih di
ruang bayi.
7.
Ibu sering bertanya tentang kondisinya saat ini.
8.
Ibu selalu
berdoa untuk kesehatan bayinya.
9.
Ibu mendapat
dukungan penuh dari keluarga.
10. Ibu
dirawat terpisah dengan bayi.
B. Objektif (O)
1.
Ibu dioperasi tanggal 26 Juli 2015 jam 08.05 sampai jam 09.15 WITA.
2.
Bayi dikeluarkan dari
perut ibu secara manual pada jam 08.55 WITA.
3.
Plasenta dikeluarkan
dari perut ibu secara manual pada jam 09.00 WITA.
4.
Ekspresi wajah kadang
meringis.
5.
Kesadaran composmentis.
6.
Ibu tampak
cemas.
7.
Ibu tampak
gelisah.
8.
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70
mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernapasan : 20 x/menit
9.
Bibir agak kering.
10. Konjungtiva
merah muda.
11. Payudara
lembek, bila ditekan
keluar kolostrum sedikit.
12. Kontraksi
uterus baik, teraba keras dan bundar, TFU setinggi pusat.
13. Ada
luka bekas sectio caesarea tertutup verband kering ± 10 cm.
14. Nyeri
tekan pada sekitar daerah luka post sectio caesarea.
15. Pengeluaran
lochia rubra.
16. Terpasang
kateter tetap.
17. Pada
lengan kiri terpasang infuse RL D5% , 28
tetes/menit, 2 : 1.
C. Assesment (A)
Hari I (pertama) post sectio caesarea indikasi ketuban pecah dini,
nyeri daerah post sectio caesarea, kecemasan.
D. Planning (P)
Tanggal
26 Juli 2015 jam
15.00 - 16.00 WITA
1.
Mengobservasi keadaan
umum dan tanda-tanda vital dengan hasil :
a.
Keadaan umum ibu baik.
b.
Kesadaran composmentis.
c.
Tanda - tanda vital
Tekanan
darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37˚C
Pernapasan : 20 x/menit
2.
Mengobservasi tinggi fundus uteri.
Hasil : TFU
setinggi pusat.
3.
Mengobservasi kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi
uterus baik, teraba keras dan bundar.
4.
Mengobservasi
pengeluaran lochea.
Hasil :
lochea rubra, tidak berbau busuk.
5.
Mengobservasi
pengeluaran ASI.
Hasil : ASI
masih kurang, keluar kolostrum.
6.
Mengkaji tingkat nyeri.
Hasil : nyeri
sedang pada daerah luka sectio caesarea.
7.
Membantu ibu mengatur
posisi yang nyaman.
Hasil : ibu
miring
ke salah satu sisi atau terlentang dan ibu mengerti
tentang
tindakan yang dilakukan.
8.
Mengajarkan ibu
melakukan tekhnik
relaksasi.
Hasil : dengan
menarik nafas panjang melalui hidung dan
menghembuskannya
perlahan-lahan melalui mulut dan ibu bersedia melakukan sesuai anjuran.
9.
Mengajarkan pada ibu untuk melakukan ambulasi dini secara
bertahap.
Hasil : ibu miring
kiri dan kanan di atas tempat tidur.
Tampak ibu
mengerti
dan melaksanakan anjuran
yang diberikan.
10. Memberikan
informasi yang akurat tentang keadaan klien dan bayinya.
Hasil : ibu
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
11. Membawa bayi ke ruang perawatan
untuk kontak dengan ibunya sesering
mungkin.
Hasil : ibu
tampak senang dan bahagia saat melihat bayinya.
12. Memberikan
obat sesuai dengan instruksi dokter yaitu cefriaxone
1 gr/IV/12 jam, transamin
1 ampul/IV/8 jam, tramadol/IV/8
jam, ranitidin 1
ampul/IV/8 pada jam 12.00 WITA.
13. Memberikan
dulcolax agar ibu dapat buang air besar.
PENDOKUMENTASIAN
HASIL ASUHAN KEBIDANAN HARI II TANGGAL 27
JULI
2015
A. Subjektif (S)
1.
Ibu mengeluh nyeri pada luka operasi.
2.
Ibu mengatakan keluhan
nyeri yang dirasakan hilang timbul atau tidak menetap.
3.
Ibu mengatakan nyeri
bertambah ketika banyak bergerak.
4.
Ibu mengatakan sudah
tidak cemas lagi.
5.
Ibu sudah mulai
menyusui bayinya.
B. Objektif (O)
1.
Ekspresi wajah tenang.
2.
Tanda-tanda vital
Tekanan
darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8˚C
Pernapasan : 21 x/menit
3.
Konjungtiva merah muda.
4.
Payudara mulai tegang.
5.
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar, TFU 1 jari di
bawah pusat.
6.
Ada luka bekas sectio
caesarea tertutup verband kering ± 10 cm.
7.
Tampak luka
masih basah.
8.
Nyeri tekan pada
sekitar daerah post sectio caesarea.
9.
Pengeluaran lochia rubra.
10. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
11. Bayi
dirawat gabung dan menyusu pada ibunya
12. Kateter
dan infuse sudah diaff
(dilepas).
13. Obat
injeksi diganti dengan oral yaitu cefixime 250 mg 2 x 1, Sf 250 mg 2
x 1 , dan melaxican 250 mg 3
x1.
C. Assesment (A)
Hari
II (kedua) post sectio caesarea indikasi ketuban pecah dini,
nyeri di daerah post sectio caesarea.
D.
Planning (P)
Tanggal
27 Juli 2015 Jam
: 09.50 WITA
1.
Mengobservasi keadaan
umum ibu dan tanda-tanda vital dengan
hasil :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8˚C
Pernapasan : 21 x/menit
2.
Mengkaji tingkat nyeri.
Hasil : nyeri sedang pada daerah luka sectio caesarea.
3.
Mengobservasi TFU.
Hasil : tinggi
fundus uteri 1
jari di bawah pusat.
4.
Mengobservasi kontraksi
uterus.
Hasil : kontraksi
uterus teraba keras dan bundar.
5.
Mengobservasi
pengeluaran lochea.
Hasil : lochea
rubra tidak berbau busuk.
6.
Mengobservasi pengeluaranASI.
Hasil : payudara
tegang, keluar ASI memancar bila dipencet.
7.
Mengajarkan pada ibu
untuk melakukan tekhnik
relaksasi.
Hasil : ibu
mengerti dan mau melakukannya sendiri.
8.
Menganjurkan pada ibu
untuk tetap makan makanan yang bergizi yang mengandung karbohidrat sebanyak 300
kalori perhari dan protein 30 gram perhari dan vitamin 1300 mg perhari dan ibu
sudah mengerti dan mau melaksanakannya sesuai anjuran yang diberikan.
9.
Memberi HE pada ibu tentang
: mobilisasi dini dan
personal hygiene.
10. Penatalaksanaan pemberian obat cefriaxon 1 gr / 12 jam / IV, metronidazol 0,5 gr / 8 jam
/ IV, as. fenanamat 3
x 1, dan Sf 250 mg 2 x 1.
PENDOKUMENTASIAN
HASIL ASUHAN KEBIDANAN HARI III TANGGAL 28
JULI 2015
A. Subjektif (A)
1.
Ibu mengatakan badannya tidak lemah lagi.
2.
Ibu mengatakan sudah tidak takut
bergerak.
3.
Ibu mengatakan
nyeri yang dirasakan telah berkurang.
B. Objektif (O)
1.
Keadaan umum ibu baik.
2.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7˚C
Pernapasan : 20 x/menit
3.
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat.
4.
Verband belum diganti.
5.
Pelepasan lochia sanguinolenta, tidak
berbau busuk.
C. Assesment (A)
Hari
III (ketiga) post sectio caesarea,
nyeri pada luka sectio caesarea.
D. Planning (P)
Tanggal
28 Juli 2015 Jam
09.25
WITA
1.
Mengobservasi keadaan umum
ibu dan tanda-tanda vital dengan
hasil
:
a.
Keadaan umum ibu baik.
b.
Tanda-tanda vital :
Tekanan
darah :
110/80 mmHg
Nadi
:
81 x/menit
Suhu : 36,9˚C
Pernapasan : 20 x/menit
2.
Mengobservasi kontraksi uterus, pengeluaran lochea, TFU, dan
produksi ASI dengan hasil :
a.
Kontraksi uterus baik,
teraba keras dan bundar.
b.
Pengeluaran lochea
sanguinolenta tidak berbau.
c.
TFU 2 jari di bawah pusat.
d.
Produksi ASI sudah
banyak
3.
Menganjurkan ibu untuk
mengonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, dan ibu bersedia melaksanakan
anjuran yang diberikan.
4.
Melanjutkan pemberian
obat sesuai instruksi dokter, yaitu cefixime 250 mg 2
x 1 , Sf 250 mg 2
x1 , meloxican 250 mg 3 x 1 tablet per oral.
5.
Menganjurkan ibu untuk
ber KB dan ibu sudah memilih salah satu alat kontrasepsi dengan AKDR.
6.
Atas instruksi
dokter, ibu dibolehkan untuk pulang pada tanggal 29 Juli 2015.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
selamat membanca
ReplyDelete