/*CB Top Menu*/ #top{margin:auto;padding: 0;width: 100%;background:#eeeded;border-bottom:1px solid #ddd;} #top-wrap{margin:auto;padding: 0;width: 1110px;background:#eeeded;} #navwrap {margin: 0px auto; width:560px; float:left;background:#080705;} .topnav ul {list-style:none;margin:0;padding:0px; float:left;} .topnav li {float:left;margin:0;text-align:center;} .topnav li a {font-family: arial; font-weight:bold; font-size:11px;display:block;padding:10px 10px;color:#222;text-decoration:none; text-transform:uppercase;} .topnav li a {background:none; } .topnav li a:hover, li a:focus, li a:active {text-decoration:none; background:#ffffff; color:#000000;} #navbar-iframe {display: none !important;}

Sunday, November 1, 2015

SKRIPSI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETERATURAN BEROBAT PADA PENDERITA TB PARU



ABSTRAK
Mukmin. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keteraturan Berobat pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar (dibimbing oleh Darwis dan Musdalifah Hanis).
Penyakit tuberkulosis paru (TB  paru) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB paru. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kuantitatif noneksperimen dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini berjumlah 61 orang dengan jumlah sampel sebanyak 38 orang. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 7 orang (18,41%) penderita TB paru yang tidak teratur berobat dan 31 orang (81,57%) teratur dalam menjalani pengobatan. Responden dengan dukungan emosional tinggi sebanyak 29 orang (76,31%) dan rendah sebanyak 9 orang (23,68%). Responden dengan dukungan penghargaan tinggi sebanyak 30 orang (78,94%) dan rendah sebanyak 8 orang (21,05%). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dan dukungan penghargaan dengan keteraturan berobat pada penderita TB paru. Dan tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan instrumental dan informasi dengan keteraturan berobat pada penderita TB paru. Saran bagi keluarga dan masyarakat khususnya anggota keluarga yang tinggal bersama dengan penderita TB paru agar lebih memperhatikan kebutuhan yang diperlukan penderita dengan memberikan dukungan dan motivasi serta pengawasan agar tetap konsisten dalam menjalani pengobatan.
Kata Kunci :   Keteraturan Berobat, Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan,
Dukungan Instrumental, Dukungan Informasi







BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis paru (TB  paru) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. Pengendalian penurunan TB Paru menjadi salah satu target dalam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang menjadi salah satu prioritas  utama bangsa Indonesia untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. TB Paru masuk pada poin 6 MDGs setelah penyakit HIV/AIDS dan Malaria. Target yang ingin dicapai adalah mengurangi separuh prevalensi TB dan kematian akibat TB pada tahun 2015 (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Penyakit Tuberkulosis paru telah dikenal lebih dari satu abad yang lalu, yakni sejak ditemukannya kuman penyebab Tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882, namun sampai saat ini penyakit Tuberkulosis (TB) masih tetap menjadi problema kesehatan di seluruh dunia dan sebagai penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh penyakit infeksi. Pada April 1993 World Health Organization (WHO) menyatakan TB sebagai suatu problema kesehatan masyarakat yang sangat penting dan serius di seluruh dunia serta merupakan penyakit yang menyebabkan kedaruratan global (Global Emergency), karena satu dari 3 penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberkulosis (disebut juga Basil Tahan Asam = BTA) sebagai kuman penyebab TB yang dibuktikan dengan pemeriksaan Mantoux tes 2. Sekitar 95% penderita TB terdapat di negara sedang berkembang dengan sosioekonomi rendah termasuk Indonesia dan 75% dari penderita TB tersebut terjadi pada usia produktif. Setiap tahun terdapat sekitar 4 juta penderita baru TB paru menular di dunia. Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 8,74 juta penderita baru TB dan akan menjadi 10,2 juta penderita baru TB pada tahun 2005. Di kawasan Asia Tenggara diduga terjadi lebih dari 3,5 juta penderita baru TB dan lebih dari 1,3 juta kematian akibat penyakit ini, dan diperkirakan pada tahun 2005 terdapat 3 juta penderita baru TB (Hutapea, 2009).
Secara global, tahun 2000 tercatat sebanyak 8,3 juta orang menderita TB Paru. Data tahun 2006 menunjukan sebanyak 9,24 juta orang menderita TB Paru. Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 9,4 juta penderita baru TB Paru dari sebelumnya berjumlah 9,27 juta pada akhir tahun 2007. Data-data tersebut menunjukan bahwa angka kejadian TB Paru semakin meningkat setiap tahunnya (Widyanto & Triwibowo, 2013).
WHO dalam global tuberculosis control tahun 2009 pernah merilis bahwa Indonesia pernah menempati urutan ketiga sebagai Negara dengan jumlah kasus TB Paru terbanyak setelah India dan Cina sampai akhir periode 2007. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010, TB paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat tiga dalam daftar sepuluh penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sebesar 88.000 kematian setiap tahunnya. Dinegara-negara berkembang kematian penderita penyakit TB paru merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Laporan WHO pada tahun 2010, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB paru sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar pada tahun 2010 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (Kompas, 2011).
Penderita TB paru yang tercatat di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 20011 sebanyak 4.626 suspek (penemuan kasus baru sebanyak 2.167 orang dan kasus lama sebanyak 17 orang), dengan angka kesembuhan sebesar 61,5%. Bila dilihat menurut tempatnya, jumlah suspek terbanyak ditemukan di Kota Makassar (16,48%), Gowa (4,79%), Wajo (3,94%), Takalar (3,38%) dan Soppeng (2,34%) (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan).
Khusus di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka penemuan penderita baru TB Paru BTA (+) tahun 2013 sebanyak 72,44 % (ditemukan 1.811 penderita dari sebanyak 2.500 sasaran), jumlah ini meningkat dari tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 1.324 dari 1.641 sasaran. Jika dibandingkan target 2013 sebesar 70% maka tingkat capaian melebihi target dengan persentase capaian 72,44%. Proses penemuan penyakit TB dilakukan oleh pengelolah TB masing-masing Puskesmas melalui pelacakan/pencarian kasus baru, pelacakan penderita mangkir dan pemeriksaan kontak (Profil Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka penemuan penderita baru TB Paru BTA (+) tahun 2013 masih relatif tinggi terutama pada 4 Puskesmas berikut : Puskesmas Kaluku Bodoa sebanyak  61 kasus baru dengan jumlah seluruh kasus sebanyak 97 orang, Puskesmas Kassi-Kassi sebanyak 56 kasus baru dengan jumlah seluruh kasus 108 orang, Puskesmas Tamalate sebanyak 38 kasus baru dengan jumlah seluruh kasus sebanyak 81 orang , dan Puskesmas Pampang sebanyak 35 kasus baru dengan jumlah seluruh kasus sebanyak 63 orang (Profil Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2013).
Target penurunan angka kesakitan dan kematian akibat TB paru dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah) 2010-2014 adalah 235 jumlah kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2010 menjadi 224 kasus di tahun 2014, 73% jumlah kasus baru TB paru yang ditemukan pada tahun 2010 menjadi 90% di tahun 2014, dan 85% jumlah kasus baru TB paru (BTA positif) yang berhasil disembuhkan pada tahun 2010 menjadi 88% di tahun 2014 (Stranas Pengendalian TB Paru, 2010-2014).
Berdasarkan target pencapaian tersebut, diharapkan jumlah kasus TB paru  dapat menurun, persentase kasus baru yang ditemukan meningkat, dan persentase keberhasilan pengobatan TB paru (BTA positif) juga meningkat di seluruh daerah di Indonesia. Puskesmas sebagai pusat pelayanan primer kesehatan masyarakat diharapkan dapat mewujudkan target pencapaian RPJMN tersebut dengan terus melakukan upaya agar dapat mengendalikan prevalensi TB paru dan meningkatkan keberhasilan dalam pengobatan TB paru (BTA positif) tanpa ada penderita yang gagal sembuh, meninggal ataupun DO (Drop Out).
Puskesmas Pampang merupakan salah satu Puskesmas dengan angka penderita TB Paru tertinggi keempat di Kota Makassar. Jumlah seluruh kasus TB paru di Puskesmas Pampang tercatat pada bulan Januari sampai dengan Juni 2014 adalah sebanyak 115 orang dinyatakan sebagai suspek TB Paru.  Dan 61 orang dinyatakan sebagai pasien TB paru yang berobat jalan di Puskesmas Pampang hingga bulan Oktober. Jumlah penderita yang masih melakukan pengobatan hingga bulan Desember sebanyak 34 orang, penderita sembuh sebanyak 14 orang, penderita yang gagal sembuh sebanyak 6 orang, tidak ada pasien yang meninggal dunia atau pun pindah, dan penderita yang mengalami drop out (DO) sebanyak 7 orang (Catatan Program TB paru Puskesmas Pampang, Januari-Juni 2014).
Salah satu faktor penting yang dapat berkontribusi dalam pengobatan TB paru yaitu dukungan dari keluarga kepada penderita. Dukungan keluarga sangat menunjang dengan cara selalu mengingatkan penderita agar minum obat, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit, dan memberi semangat agar tetap rajin berobat diharapkan dapat menunjang keberhasilan pengobatan TB paru. Dukungan keluarga diperlukan untuk mendorong penderita TB paru dengan menunjukkan kepedulian dan simpati, dan merawat penderita. Dukungan keluarga yang melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan penegasan, akan membuat penderita TB paru tidak kesepian dalam menghadapi situasi serta dukungan keluarga dapat memberdayakan penderita TB paru selama masa pengobatan dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan penderita untuk mengambil obat-obatan dan menjadi peka terhadap penderita TB paru jika mereka mengalami efek samping dari obat TB. Oleh karena itu, lemahnya dukungan keluarga dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketidakteraturan penderita TB paru dalam melakukan pengobatan (Septia Asra, 2013).
Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pampang ?”
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pampang?”
C.      Tujuan Penelitian
1.         Tujuan umum
Diketahuinya hubungan yang signifikan antara dukungan  keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
2.         Tujuan khusus
a.         Diketahuinya hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru.
b.        Diketahuinya hubungan yang signifikan antara dukungan penghargaan dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru.
c.         Diketahuinya hubungan yang signifikan antara dukungan instrumental dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru.
d.        Diketahuinya hubungan yang signifikan antara dukungan informasional dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru.
D.      Manfaat Penelitian
1.           Bagi institusi pendidikan
Dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu keperawatan komunitas dan dapat digunakan sebagai referensi atau acuan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hubungan dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru.
2.           Bagi keperawatan
Sebagai upaya pengembangan keilmuan keperawatan komunitas, sehingga mampu mengkaji hubungan dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru dan melakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi ketidakteraturan dan drop out dalam berobat sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu dan kiat keperawatan demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3.           Bagi peneliti
Menambah wawasan peneliti tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan keteraturan berobat pada penderita TB Paru sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
4.           Bagi keluarga
Dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga agar tetap memberikan dukungan dan motivasi kepada penderita TB Paru untuk tetap patuh dan teratur dalam berobat demi tercapainya kesembuhan yang optimal.
Ingin mendapatkan lengkapnya hubungi : mukminsaid@gmail.com atau tinggalkan pesan anda.

No comments:

Post a Comment