ABSTRAK
Arny. Hubungan
Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi pada Lanjut Usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Pampang Kota Makassar (dibimbing oleh Simunati dan M. Askar)
Depresi
adalah bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan
hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada
lanjut usia Desain penelitian yang digunakan adalah desain kuantitatif noneksperimen dengan menggunakan pendekatan cross
sectional. Populasi
pada penelitian ini berjumlah 997 orang dengan jumlah
sampel sebanyak 40 orang. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 15 orang
(37,5%) lansia tidak mengalami depresi,
13 orang (32,5%) depresi ringan dan 12 orang (30%) depresi berat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
uji chi-square dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05. Kesimpulan
dari penelitian ini bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kejadaian depresi pada lanjut
usia. Hal itu dibuktikan dengan adanya hubungan atau korelasi yang kuat antara
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental dan dukungan informasi dengan kejadia depresi pada lanjut usia setelah uji statistik. Saran bagi keluarga dan masyarakat khususnya
anggota keluarga yang tinggal bersama dengan lanjut usia agar lebih
memperhatikan kebutuhan yang diperlukan lanjut usia dan memahami hal-hal yang
menyebabkan depresi pada lanjut usia.
Kata
Kunci : Kejadian Depresi, Dukungan
Emosional, Dukungan Penghargaan,
Dukungan
Instrumental, Dukungan Informasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan ekonomi,
perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu
kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pelayanan kesehatan
mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup manusia (life expectancy). Akibatnya jumlah orang lanjut usia akan bertambah
dan ada kecenderungan akan meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk
lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi
individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah (Azizah,
2011).
Saat ini, di seluruh
dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia diperkirakan 1.000 orang
per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50
tahun sehingga istilah Baby Boom pada
masa lalu berganti menjadi “Ledakan Penduduk Lanjut Usia” (Padila, 2013).
Indonesia
termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk
Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas semakin meningkat. Berdasarkan data
dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kedeputian I Bidang
Kesejahteraan Sosial tahun 2008, jumlah penduduk lanjut usia pada tahun 1990
kurang lebih sebesar 6,29%, selanjutnya pada tahun 2000 sebesar 7,18% dan pada
tahun 2006 sebesar 8,9%. Persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012
telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk (Pusat Data & Informasi
Kementrian Kesehatan, 2013).
Jika
dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi di Indonesia, persentase
penduduk lansia di atas 10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI
Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%), Jawa Tengah (10,34%), Bali (9,78%),
Sulawesi Utara (8,45%), dan Sulawesi Selatan (8,34%) (Pusat Data &
Informasi Kementrian Kesehatan, 2013).
Jumlah
lanjut usia di Kota Makassar hingga tahun 2013 yaitu 28. 788 jiwa untuk lansia
yang berusia 60-64 tahun. Dan 45. 955 jiwa untuk lansia yang berusia 65 tahun
ke atas (Profil Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2013).
Manusia yang muda
menjadi tua merupakan proses penuaan secara alamiah yang tidak bisa kita hindari
dan merupakan hukum alam. Akibat dari proses tersebut menimbulkan beberapa
perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial, dan
adaptasi terhadap stres mulai menurun. Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia
permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara
psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan
psikososial pada lansia. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada lansia
adalah gangguan proses pikir, demensia, gangguan perasaan seperti depresi,
harga diri rendah, gangguan fisik dan gangguan perilaku (Azizah, 2011).
Depresi merupakan
penyakit serius yang diderita jutaan orang dengan berbagai macam gejala.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia, saat ini sekitar 5-10% orang di dunia
mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis
Kesehatan Jiwa menunjukkan, sebagian besar masyarakat Indonesia mengidap
depresi tingkat yang ringan sampai berat. Hasil penelitian dokter kesehatan
jiwa menunjukkan 94% masyarakat saat ini mengidap depresi. Depresi dapat
mengenai seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
dan pendidikan. Bahkan menurut World
Health Organization (WHO), depresi adalah masalah yang serius karena
merupakan urutan keempat penyakit dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada
suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi (Rezki, 2014).
Depresi pada lanjut
usia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman kita
tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan farmakologis dan
psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala depresi ini sering berhubungan
dengan penyesuaian yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stressor pencetus seperti
pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan
fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial,
keuangan, penghasilan, dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia
dan menyebabkan depresi (Friedman, 1998 dalam Azizah 2011).
Di Indonesia
prevalensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12-36% lansia yang
menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50%
pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi
(Mangoenprasodjo, 2004). Menurut Kaplan et all (1997), kira-kira 25% komunitas
lanjut usia dan pasien rumah perawatan ditemukan adanya gejala depresi pada
lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal di
keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di
institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki
gejala depresi ringan sampai sedang
(Stanley & Beare, 2007 dalam Azizah 2011).
Berdasarkan data yang
diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan tahun 2013, Provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan kelima sebagai
provinsi dengan jumlah atau persentase lansia tertinggi di Indonesia yaitu
sebanyak 8,34%. Dari jumlah tersebut 3% diantaranya menderita suatu penyakit
seperti penyakit degeneratif, penyakit sitemik, penyakit infeksi, penyakit
kronik, dan gangguan psikososial. Gangguan psikososial yang sering dialami oleh
lansia adalah depresi. Jumlah penderita depresi pada lansia pada tahun
2012-2013 di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1,23% dari 8,34% jumlah
penduduk lansia (Pusat Data & Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Khusus di Kota
Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Kota
Makassar tahun 2013 dperkirakan jumlah penderita depresi pada lansia terus
meningkat sekitar 1-3% setiap tahun. Mengingat usia harapan hidup yang juga
semakin meningkat. Sekitar 25% lansia tinggal di institusi atau panti sosial
dan 75% lansia tinggal di komunitas atau bersama keluarga. Depresi pada lansia
lebih sering terjadi pada lansia yang tinggal di intitusi dibandingkan dengan
lansia yang tinggal di komunitas atau bersama keluarga (Profil Dinas Kesehatan
Kota Makassar, 2013).
Keluarga sebagai sumber
alamiah dukungan sosial dapat memberikan empat bentuk dukungan bagi lansia
yaitu dukungan emosional, instrumental, informasional, dan penghargaan
(Friedman, 1998; Langford et all dalam Johnston, Brosi, Hermann & Jaco,
2011). Dukungan emosional dapat diberikan keluarga dalam bentuk perhatian,
empati, sikap memahami dan memberikan kasih sayang kepada lansia (Weiss dalam
Kuntjoro, 2002). Dukungan instrumental merupakan dukungan yang diberikan secara
langsung dapat berupa materi atau fasilitas yang menunjang kualitas hidup
lansia. Dukungan informasional dapat ditujukkan dengan memberikan informasi,
nasihat ataupun saran pada lansia baik mengenai masalah kesehatan maupun masalah kesehatan lain yang mengganggu
kualitas hidup lansia. Dukungan penilaian (appraisal)
dapat diberikan dalam bentuk penilaian positif terhadap lansia, penguatan, atau
pembenaran melakukan sesuatu (Yusselda, 2013).
Segala bentuk
dukungan keluarga yang diberikan kepada lansia secara signifikan mempengaruhi
fungsi psikososial lansia, karena dengan adanya dukungan anggota keluarga dapat
mempengaruhi kemampuan lansia untuk koping dan stres yang dialami lansia.
Penelitian menemukan secara konsisten menemukan bahwa adanya dukungan keluarga
dapat melindungi lansia dari efek stres yang berbahaya, serta dapat
meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional lansia (Jang et al. dalam
Miller, 2004). Sebuah studi di Hongkong oleh Wan pada tahun 1997 menemukan tiga
faktor mempengaruhi kualitas hidup lansia, yaitu kesehatan yang baik,
pendapatan, serta dukungan sosial (Chu, 2008). Penelitian lebih jauh pada
lansia di Brazil menemukan bahwa status, kesehatan, keterlibatan sosial,
dukungan sosial dari anggota keluarga, dan kondisi ekonomi merupakan determinan
kualitas hidup pada lansia (Manabung, 2009).
Berdasarkan survey
awal peneliti yang dilaksanakan pada tanggal 3 November 2014 bahwa jumlah
lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Pampang yang berusia > 60 tahun
adalah sebanyak 2501 jiwa. Data tersebut diperoleh dari Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu kesehatan lanjut usia Puskesmas Pampang. Berdasarkan
keterangan programmer kesehatan lanjut usia Puskesmas Pampang, bahwa sebanyak
12 orang lanjut usia yang tinggal sendiri dan sisanya 2.489 orang lanjut usia
tinggal bersama anggota keluarganya (SP2TP Puskesmas Pampang, 2014).
Jumlah penderita
depresi yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas Pampang hingga Oktober 2014
adalah sebanyak 65 orang dan sepertiganya atau sebanyak 21 orang merupakan
lanjut usia dengan tingkat depresi sedang sampai berat. Dan terdapat 11 orang
penderita depresi usia > 60 tahun (SP2TP Puskesmas Pampang, 2014).
Berdasarkan uraian
tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan
Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi pada Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas
Pampang Kecamatan Panakukkang Kota Makassar”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
singkat pada latar belakang, memberi dasar bagi penulis untuk merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lanjut usia di wilayah kerja
Puskesmas Pampang ?”.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Diketahuinya hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan kejadian
depresi pada lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
2.
Tujuan khusus
a.
Diketahuinya hubungan yang
signifikan antara dukungan emosional dengan kejadian depresi pada lanjut usia
di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
b.
Diketahuinya hubungan yang
signifikan antara dukungan penghargaan dengan kejadian depresi pada lanjut usia
di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
c.
Diketahuinya hubungan yang
signifikan antara dukungan instrumental dengan kejadian depresi pada lanjut
usia di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
d.
Diketahuinya hubungan yang
signifikan antara dukungan informasional dengan kejadian depresi pada lanjut
usia di wilayah kerja Puskesmas Pampang.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi institusi pendidikan
Dapat digunakan
untuk menambah khasanah ilmu keperawatan jiwa dan dapat dimanfaatkan sebagai
referensi atau acuan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hubungan
dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lanjut usia.
2.
Bagi perawat
Sebagai upaya
pengembangan keilmuan keperawatan jiwa, sehingga mampu mengkaji hubungan
dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lanjut usia dan melakukan upaya pencegahan
depresi pada lanjut usia sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pengembangan ilmu dan kiat keperawatan demi tercapainya derajat kesehatan
masyarakat khususnya lansia yang optimal.
3.
Bagi peneliti
Menambah wawasan
peneliti tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada
lanjut usia, sehingga dapat memberikan penanganan yang optimal dan memberikan
sumbangan pemikiran mengenai gangguan depresi yang terjadi pada lanjut usia.
4.
Bagi keluarga dan lanjut usia
Dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya dukungan keluarga agar dapat
mencegah terjadinya depresi pada lanjut usia.
Ingin
mendapatkan selengkapnya hubungi : mukminsaid@gmail.com
atau tinggalkan pesan anda.